Memanfaatkan Momentum Investasi Grade
Banyak berbagai kalangan membicarakan mengenai krisis utang di Eropa dan dampaknya pada perekonomian global dan termasuk indonesia turut mengalaminya. Dapatkah Indonesia dapat menghadapi tantangan tersebut dan meraih harapan yang lebih baik lagi pada tahun 2012 ini?.
Berbagai pihak banyak menyambut cerah perekonomian indonesia di tahun 2012. Hal itu menjadi motivasi semangat baru karena lembaga multilateral (World Bank, IMF, ADB) melontarkan harapan dan optimistis di tengah ketidakjelasan kondisi ekonomi global.
Berbagai pihak banyak menyambut cerah perekonomian indonesia di tahun 2012. Hal itu menjadi motivasi semangat baru karena lembaga multilateral (World Bank, IMF, ADB) melontarkan harapan dan optimistis di tengah ketidakjelasan kondisi ekonomi global.
Optimis akan pertumbuhan ekonomi indonesia yang tahun ini menyentuh pada level 6,7% lebih tinggi dari tahun 2011 yang hanya sebesar 6,5%. Maka point penting inilah merupakan kekuatan dan daya perekonomian Indonesia pada tahun 2012 dalam menghadapi krisis Eropa dan Amerika. Presiden pun meminta para pelaku pasar modal memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi yang positif dan perbaikan peringkat utang indonesia.
Presiden memprediksi kenaikan peringkat utang indonesia menjadi layak investasi (Investment grade) akan mendorong masuknya dana investor asing. Fund Manager asing yang memiliki horizon investasi jangka panjang akan masuk ke instrumen investasi portofolio dan investasi langsung ke sektor riil.
Fitch Ratings meningkatkan peringkat utang indonesia menjadi layak investasi (investment grade) pada pertengahan Desember 2011. Sejumlah kalangan memprediksi lembaga pemeringkat internasional lain, Moody's Investor Service dan Standard & Poor's, juga akan menetapkan peringkat yang sama. Peringkat indonesia yang ditetapkan Moody's dan Standard & Poor's saat ini tinggal satu notch di bawah level layak investasi.
Situasi perekonomian global di 2012 masih berada dalam ketidakpastian. Ancaman krisis ekonomi memang akan dihadapi oleh setiap negara, tidak terkecuali oleh Indonesia. Krisis perekonomian global mungkin tetap berdampak terhadap perekonomian nasional, maka sinergi antara kebijakan fiskal pemerintah, kebijakan moneter Bank Indonesia dan peran aktif pemangku kepentingan agar kita mampu bertahan dan bahkan mengalami pertumbuhan.
Berkaitan dengan hal tersebut, ketika pemilik otoritas perbankan Bank Indonesia (BI) berani memasang target tinggi untuk pertumbuhan kredit industri perbankan pada 2012, bank sebagai pelaku industri justru tak punya nyali besar (Media Indonesia, 3 Januari 2012). Mereka umumnya mematok target pertumbuhan kredit konservatif di bawah angkat yang di cetuskan BI sebesar 27%.
Target BI dimunculkan dengan mengasumsikan skenario terbaik pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) indonesia sebesar 6,5%. Dengan kondisi itu sudah selayaknya perbankan di dorong menyalurkan kredit lebih tinggi. Namun cara pandang perbankan rupanya berbeda. Mereka berdalih bahwa mereka masih di bawah rata-rata perekonomian. Tahun ini yang diperkirakan belum menentu sebagai dampak krisis di benua Eropa. Namun sisi lain perbankan sebetulnya juga cukup optimistis dengan masa depan investasi di Indonesia setelah Investment grade diraih.
Penurunan BI rate sebesar 6,5% pada tahun 2010 ternyata hanya memacu sisi permintaan, sementara sisi penawaran kurang bergerak secara signifikan, hal ini terlihat dari tingkat produksi yang masih di bawah kapasitas terpasang karena macetnya kegiatan sektor ini dan bukan hanya disebabkan tingginya suku bunga, tetapi masalah iklim investasi, infrastruktur, ekonomi biaya tinggi serta berbagai distorsi yang menimpa struktur ekonomi nasional. Kondisi semacam ini tentu akan menyebabkan perekonomian menjadi lemah.
Indikator pembangunan sektor riil yang umumnya digunakan adalah aktivitas investasi langsung serta sistem produksi dan ekspor yang diharapkan mampu menyerap dan menciptakan lapangan kerja baru. Apabila tidak terjadi peningkatan modal investasi dan modal kerja, kapasitas produksi di dalam negeri akan ikut mengecil sehingga upaya menyerap tambahan tenaga kerja terganggu.
Oleh karenanya faktor keamanan dan kepastian hukum adalah fixed variable yang tidak dapat ditawar lagi dan harus menjadi yang terdepan dalam setiap keputusan investasi. Pemerintah daerah dan pusat harus terus meningkatkan rasa aman, kepastian usaha dan kenyamanan berusaha dalam mengatur gerak langkah pembangunan ekonomi di daerah dan sekitarnya.
Oleh: Kadarsyah Irsa.
No comments:
Post a Comment