Dari sejarah kepolisian diperoleh petunjuk bahwa peralihan sistem Monarki menjadi Republik di abad pertengahan membawa pengaruh besar dalam Kepolisian. Pengaruh tersebut membentuk perilaku organisasi dan individu polisi itu sendiri. Pada sistem monarki, polisi cenderung menegakkan peraturan demi langsung kelestarian sistem pemerintahan raja yang bercirikan khas bertindak sangat represif hampir di seluruh kerajaan di tanah air.
Pada masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit atau kerajaan-kerajaan lain seperti di Aceh atau di Sulawesi Selatan, fungsi kepolisian yang ada waktu itu adalah suatu yang berbentuk laskar prajurit, dari mulai pengawal sang raja maupun penjaga keamanan lingkungan kerajaan, maupun keutuhan wilayahnya. Tugas-tugas seperti pengamanan raja dan keluarganya, pengamanan masyarakat serta wilayah yang dikuasai, telah dilakukan oleh para satuan pengawal kerajaan, dimana satuan keamanannya dikenal dengan sebutan barisan pengawal "Bhayangkara", yang saat itu dipimpin oleh seorang pemimpin pasukan yang bernama "Gajah Mada".
Sekarang satuan itu di istilahkan sebagai "kin police", yang dirangkap oleh seorang pengawal. Momen ini sekaligus dijadikan sebagai nama peringatan Hari Kepolisian Negara Republik Indonesia setiap tahunnya, yaitu "Hari Bhayangkara". Itu artinya, cikal bakal kehadiran polisi di indonesia telah ada sejak masa kerajaan dahulu.
Dari masa kerajaan kemudian berkembang ke masa masuknya kolonialisme di tanah air. Pada abad ke-18 sampai pada akhir masa penjajahan Belanda, kepolisian mengalami peningkatan. Kepolisian mulai dikenal sejak masa VOC sekitar 1602, dan kemudian di masa pemerintahan Hindia Belanda yaitu pada tahun 1800-1942. Saat itu kedudukan dan peran kepolisian jelas-jelas mengikuti kebijakan pemerintah kolonial (colonial policy) dengan "indirect rule system", yang membedakan jabatan bagi bangsa Eropa dan pribumi.
Saat itu Hindia Belanda melakukan enam bentuk kepolisian, seperti : Algemene Politie, Standspolitie, Gewepende Politie, Veld Politie, Cultuur Politie, dan Bestuurs Politie. Jika dilihat, kepolisian saat itu sudah dapat dikatakan masuk ke dalam tingkat modern. Saat itu, secara organisasi dan manajemen kepolisian disesuaikan dengan kepentingan pemerintah Belanda di daerah kekuasaannya dan disesuaikan pula dengan sistem pemerintahannya.
Personel dari setiap kesatuan kepolisian tersebut adalah warga pribumi atau disebut bumi putra, sementara orang Belanda sendiri bertindak selaku pemimpinnya. Namun setelah tahun 1930, barulah ada perubahan, kalangan bumi putra akhirnya mendapat kesempatan untuk menjadi pimpinan polisi. Tentunya kehadiran kolonialisme di bumi pertiwi ini menimbulkan gejolak heroisme. Maka dengan sendirinya pula, sejalan dengan pergerakan rakyat indonesia merebut kemerdekaan, kepolisian indonesia akhirnya mulai muncul dan dikenal oleh masyarakat dunia. Jayalah Kepolisian Indonesia.
No comments:
Post a Comment