"Korupsi". Seakan tidak akan pernah habis terdengar, seolah-olah sudah menjadi sajian sehari-hari untuk telinga kita. Walau terdengar tidak menyenangkan, tetapi apa boleh buat memang begitu kenyataannya. Bagi media massa ini mungkin menjadi topik yang perlu terus dipublikasikan, namun bagi masyarakat yang mendengarnya mungkin sudah terasa bosan. Mengapa korupsi selalu ada dan selalu terdengar setiap hari di negeri ini?.
Belum habis kasus korupsi yang besar, kini muncul kembali kasus baru yang serupa. Korupsi bak parasit tumbuh subur di lahan gembur di negeri ini. Dimulai dari para elit politik, lembaga penegak hukum, jajaran birokrasi lainnya pun tak luput dari kata korupsi, bahkan sampai pada tataran tingkat yang paling bawah, dan lebih dalam lagi sudah menyentuh pada tingkat masyarakat, level paling bawah, yang tadinya tidak pernah mengenal kata korupsi. Namun masyarakat publik sekarang merasa lebih tenang karena dengan terbentuknya lembaga khusus pemberantas korupsi sudah menunjukkan kinerja yang bagus dalam rangka mengusut dan menindak tegas para pelaku korupsi yang ada di negeri ini. KPK sebagai lembaga Pemberantasan Korupsi di tanah air kembali membawa harapan baru.
Beberapa waktu lalu terungkap kembali kasus baru di salah satu lembaga penegak hukum di negeri ini, yaitu pengadaan alat simulator SIM (Surat Izin Mengemudi) yang terjadi pada tahun 2011 lalu dan akhirnya berhasil menjerat salah satu anggota penegak hukum yang diduga melakukan korupsi. KPK telah menetapkan perwira tinggi bintang dua itu dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Nilai proyek pengadaan alat simulator tersebut mencapai Rp. 170-an miliar.
Ini merupakan fenomena baru yang terjadi, dimana lembaga ini (KPK) berani menyentuh praktik dugaan korupsi di tubuh lembaga penegak hukum (Polri). Dan sejak berdiri sekitar 10 tahun yang lalu, ini baru pertama kali KPK menetapkan seorang tersangka tindak pidana korupsi adalah seorang perwira tinggi yang masih aktif. Keberanian ini cukup beralasan dikarenakan dari 110 penyidik KPK adalah juga merupakan perwira Mabes Polri. Penyidikan KPK terhadap kasus pada lembaga kepolisian ini memang terkesan sangat rapi, sebab selama ini pengusutannya hampir tidak pernah terdengar oleh publik.
Memang sudah menjadi rahasia umum, namun kenyataanya di tubuh penegak hukum tersebut masih saja ada praktik pelanggaran hukum yang seolah tidak tersentuh (untouchable) oleh hukum. Dari peristiwa ini menunjukkan bahwa efektifnya kinerja kepemimpinan KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi dan sebagai bukti bahwa praktik korupsi juga terjadi di tubuh lembaga penegak hukum itu sendiri. Walau tersiar kabar dalam pengusutannya mengalami hambatan, namun hal ini merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan dukungan kepada KPK untuk membangun keteguhan dan komitmen anti korupsi dan sekaligus mendorong pemerintah bersama KPK membersihkan lembaga penegak hukum tersebut dari praktik-praktik korupsi.
Langkah berani KPK ini juga merupakan harapan baru demi bangkitnya kembali institusi hukum independen tersebut, dan jangan lagi terulang sejarah "cicak versus buaya" yang pernah memanas beberapa tahun lalu. Bagi masyarakat ini bisa menjadi momentum bagi lembaga penegak hukum itu untuk melakukan pembenahan secara internal.
No comments:
Post a Comment