Adsense

25.8.12

Uji Kompetensi Guru = Uji Kesabaran Guru

Guru selain melakukan pekerjaan mendidik siswa, terkadang juga dihadapkan dengan persoalan yang pelik akibat dari kebijakan dari pemerintah yang tidak populer. Banyak ragamnya, misalnya: tunjangan profesi yang terlambat masuk rekening, isu mutasi karena pemetaan guru, mengajar kurang dari 24 jam, guru nonsertifikasi yang menunggu kuota, guru yang ingin meningkatkan formalitas pendidikannya menjadi S-1 sebagai syarat akademik, dan lain masih banyak persoalan lain yang menghadang profesi menjadi guru.

Beberapa bulan yang lalu, untuk pertama kalinya para guru bersertifikat menjalani Uji Kompetensi Guru (UKG) dilakukan secara online. Dalam pelaksanaannya, UKG ini telah dijalankan dalam beberapa gelombang, untuk wilayah indonesia bagian barat dan tengan dilaksanakan dalam tiga gelombang, sedangkan untuk wilayah indonesia timur dilakukan dalam dua gelombang. Maka beredarlah isu, jika tidak lulus maka tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok akan dicopot. Wow...serem...!!!

Menteri pendidikan dan kebudayaan pun mengklaim bahwa tidak ada upaya penolakan yang signifikan dari para guru sebagai peserta UKG, apalagi sampai melakukan pemboikotan dalam pelaksanaan UKG tersebut. Beliau sangat optimis pelaksanaan UKG ini akan berlangsung secara bertahap dan berjalan lancar tanpa hambatan hingga selesai bulan september nanti. Pak menteri juga menegaskan bahwa jika guru tidak dipaksa untuk mengikuti uji kompetensi secara online ini maka guru tersebut akan dianggap gaptek dengan teknologi (internet)

Gengsi tidak lulus atau mengulang kembali tes UKG ini juga menghantui para guru yang merasa memang tidak menguasai teknologi tersebut. Dalam buku panduan UKG juga tidak mencantumkan berapa nilai kelulusan atau ketidaklulusannya. Hal inilah yang menjadi pertanyaan bagi sebagian besar para guru peserta UKG. Walaupun bingung, guru harus tunduk dan patuh pada kebijakan tersebut. Materi kompetensi pedagogik dan profesional yang mungkin diujikan, baik dari internet maupun referensi lainnya. Ketidakmampuan menguasai teknologi informasi ini tidak sedikit membuat para guru cemas, apalagi bila guru tersebut bertugas di pelosok yang belum terjamah teknologi internet, tidak ada kata lain selain "pasrah".
 
Lalu untuk apakah UKG itu?
Salah satu tujuan dilaksanakannya UKG adalah sebagai entry point untuk perhitungan angka kredit jabatan fungsional guru. Jika dasar hukumnya mengacu pada Permenegpan No. 16/2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, hal ini tidak jelas. Karena penghitungan angka kredit ini hanya berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil saja. Lalu mengapa UKG ini juga berlaku bagi guru yang non-PNS?

Program UKG bagi guru bersertifikat pada tahun ini memang terkesan dipaksakan untuk dilaksanakan. Apalagi dilakukan dalam waktu singkat dan dengan keterbatasan ketersediaan teknologi multimedia. Selain itu sosialisasi UKG kepada para guru pun terlalu cepat, sehingga guru tidak banyak persiapan untuk mengikutinya. Seharusnya pemerintah mampu menelaah ketersediaan tekonologi multimedia untuk pelaksanaan UKG ini, karena tidak semua guru mampu menguasai teknologi informasi sebagai sarana Uji Kompetensi Guru ini.

Kebijakan dalam dunia pendidikan memang kerap kali ambigu, sehingga menyebabkan para pendidik di negeri ini seolah-olah dibuta-tulikan mata dan telinganya, sehingga banyak kebijakan yang diberlakukan tidak populis. Guru sebagai ujung tombak pendidikan nasional tak urung seringkali merasa menjadi kelinci percobaan yang tidak jelas kapan berakhirnya. Setidaknya dengan adanya program UKG ini akan menjadi oase dipadang tandus bagi peningkatan kesejahteraan guru, sekaligus UKG menjadi "Uji Kesabaran Guru" karena memang menjadi guru bukan suatu profesi yang mudah.

No comments:

home