Adsense

19.6.12

Pertimbangan Masuk Sekolah Bertaraf Internasional

Antusiasme orang tua untuk memasukkan anaknya ke rintisan sekolah bertaraf internasional cukup tinggi. Hal ini membuktikan keseriusan mereka terhadap pendidikan anaknya. Bahkan, tidak jarang sebagai orang tua siap melakukan sesuatu yang kurang etis asalkan anaknya dapat diterima di sekolah tersebut. 

Dimana tertuang dalam Permendiknas No.78/2009 Pasal 16 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, diperbolehkan pungutan untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar pembiayaan pendidikan kecuali bagi peserta didik dari orang tua yang tidak mampu secara ekonomi.

Oleh sebab itu ada ketentuan kuota 20% untuk siswa yang miskin. Harusnya ketentuan tersebut dijalankan oleh RSBI. Namun, hingga kini kenyataannya masih belum terpenuhi. Dari hasil survei Pusat Penelitian dan Kebijakan (Puslitjak) Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dari 130 RSBI, rata-rata baru menampung siswa untuk jenjang SMA/SMK.

Sedangkan jenjang SMP dan SD, presentase siswa miskin masih 10%. Sementara kualitas guru di RSBI yang dituntut untuk bisa menguasai bahasa inggris masih 60% kemampuannya menengah ke bawah. Tidak heran apa bila setelah lebih dari lima tahun RSBI berjalan belum ada peningkatan menjadi sekolah berstandar Internasional (SBI). Fenomena ini tentunya menjadi indikator yang jelas jika RSBI jalan di tempat.

Padahal Dinas Pendidikan telah mensyaratkan sekolah mempunyai tenaga pendidikan dan kependidikan yang mutunya di atas rata-rata (min. 20%) guru berijazah S-2. Dengan harapan RSBI menghasilkan lulusan dengan kualitas di atas rata-rata. Kenyataannya peningkatan keilmuan maupun kualitas akademik siswa hanya berkisar 19%. Padahal kualitas siswa menjadi patokan utama berjalannya RSBI menjadi SBI.

Untuk itu RSBI menerapkan sistem penerimaan siswa baru berbeda dari sekolah reguler. Pada tataran ini calon peserta didik dan orang tua seharusnya memahami mengapa sekolah itu seperti sulit ditembus.

Pencapaian Nilai Minimal

Harusnya orang tua dan siswa dalam memilih sekolah tidak berdasarkan faktor gengsi saja, tapi minat dan kemampuan siswa seharusnya menjadi pertimbangan utama ketika akan memilih sekolah. Proses belajar di RSBI yang harus dipahami adalah mengharuskan siswa mencapai angka di atas 80% terkait ketuntasan minimal tiap mata pelajaran sejak kelas VII.

Siswa yang akan masuk tentunya butuh perjuangan ekstra keras untuk melewati angka tersebut, terutama mereka yang pada jenjang sebelumnya. Walau dalam memperoleh angka itu bukan hal yang mustahil. Proses pembelajaran yang bermutu diharapkan mampu mendongkrak prestasi akademik siswa. Demikian pula masih ada program remidi untuk siswa yang memperoleh nilai di bawah standar. Bila siswa harus melalui remidi untuk semua mata pelajaran, tidak bisa dibayangkan betapa beratnya beban siswa tersebut. Pada sisi lain, harus mengikuti berbagai ekstrakurikuler yang bersifat wajib dan beberapa ekstrakurikuler pilihan. 

Dengan tambahan kewajiban itu, dapat dibayangkan kesibukannya, padahal jika hasil ketuntasan minimal pada akhir tahun tidak mencapai angka 80%, maka akan direkomendasikan untuk mencari sekolah lain. Langkah ini diambil bukan berarti siswa tidak naik kelas, melainkan dinilai tidak mampu mengikuti sistem pembelajaran di RSBI. Kiranya sebagai orang tua, sebelum memasukkan anaknya ke sekolah RSBI benar-benar mempertimbangkan kemampuan anaknya secara objektif. Bila perlu meminta bantuan psikolog untuk mengetahui minat dan bakatnya dan seberapa besar tingkat kecerdasannya.

Alangkah baiknya jika pilihan sekolah disesuaikan dengan kemampuan, minat dan bakat. Tujuannya agar anak tidak merasa terpaksa dan berakibat anak berakhir menjadi frustasi. Dengan bimbingan intensif di rumah maupun belajar kelompok maka diharapkan anak dapat meningkatkan kualitas dirinya dan dapat berprestasi pada jenjang akademik.

No comments:

home