Adsense

5.7.12

Law as a Tool of Social Engineering

Hukum sebagai sarana rekayasa sosial, pertama kali berkembang di Amerika Serikat sebagai reaksi atas mazhab positivisme hukum yang diprakarsai John Austin dan Hans Kelsen pada abad ke-19.

Dalam pengertiannya dimaknai sebagai sarana untuk melakukan pembaharuan di masyarakat. Kata Tool diterjemahkan sebagai "Sarana" yang diarahkan pada konteks kemasyarakatan terhadap faktor kepercayaan, keyakinan dan budaya, yang memiliki konotasi mekanistik kaku, namun terjemahan tool mengabaikan aspek-aspek kemasyarakatan. Tetapi pandangan ini bertolak dari pendekatan instrumentalisme hukum yang selalu berputar pada proposisinya.

Di indonesia gagasan tersebut diadopsi secara langsung oleh salah satu guru besar hukum internasional dari universitas padjadjaran yang mengemukakan satu teori yang juga berangkat dari gagasan bahwa hukum harus difungsikan sebagai sarana rekayasa sosial, yang disebut sebagai teori hukum pembangunan.

Perubahan Teratur

Ada dua ide utama dalam teori tersebut, yakni tentang pendidikan hukum dan perubahan-perubahan di masyarakat. Sistem hukum pendidikan nasional yang dianggap mendidik ternyata tidak mampu menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dan menemukan solusi terhadap masalah atas penerapan hukum di masyarakat. Karena secara tidak langsung dari penerapan sistem hukum tersebut mahasiswa dididik hanya untuk menjadi craftsmanship saja. Untuk mencapai kemampuan itu, diperlukan metode pengajaran ke arah metode socrates yang telah berhasil diterapkan dalam sistem hukum berbasis common law

Fungsi hukum adalah mempertahankan ketertiban dan tujuan masyarakat yang diharapkan dapat membantu mempercepat proses perubahan dalam masyarakat. Hukum yang baik harus sesuai dengan hukum hidup (the living law). Implementasi fungsi hukum tersebut hanya dapat diwujudkan jika kekuasaan yang bekerja sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Teori hukum pembangunan kemudian mengungkap perubahan sebagai salah satu konsekuensi dari masyarakat yang sedang membangun.

Kelemahan atau hambatan dari teori hukum pembangunan yang terjadi sejak lama telah ada di indonesia dalam praktik pembentukan dan penegakan hukum adalah: Pertama, Pembuat kebijakan sering kali memanfaatkan celah hukum sebagai alat untuk tujuan mendahulukan kepentingan kekuasaan dari pada kepentingan rakyat. Kedua, Sulitnya menentukan arah dan tujuan pembaharuan atas sumber hukum yang digunakan. Ketiga, Terdapat jumlah data empiris yang tidak mencukupi untuk menganalisis secara deskrptif dan prediktif. Keempat, Sulitnya memenentukan ukuran yang obyektif sebagai alat ukur untuk melihat berhasil dan tidaknya suatu proses pembaharuan hukum. Kelima, Terdapat banyak corak hukum yang akan dijadikan patokan sehingga membingungkan para pakar hukum dalam rangka mempraktikannya ke kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu diperlukan suatu evaluasi yang mendasar sebagai reorientasi pembangunan bertujuan untuk reaktualisasi sistem hukum yang bersifat netral dan lokal atau hukum adat ke dalam sistem hukum nasional dan penataan ulang lembaga-lembaga serta aparatur hukum yang masih mengedepankan egoisme sektoral. Selain itu masalah pemberdayaan masyarakat secara khusus difokuskan untuk berpartisipasi terhadap kinerja birokrasi dalam konteks fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan, karena komponen tersebut (birokrasi) merupakan komponen penting dari sistem hukum, substansial, struktural maupun secara hukum budaya. 

No comments:

home